Kamis, 30 Juli 2009

Angina Pektoris

By : RIO

Angina pektoris adalah keadaan penderita Penyakit Jantung

Koroner dengan keluhan nyeri dada (di daerah sternal dan

precordial yang disebabkan karena gangguan peredaran darah

koroner sehingga pada suatu saat atau pada keadaan tertentu

tidak mencukupi keperluan metabolisme miokard karena

meningkatnya kebutuhan oksigen dan bila kebutuhan oksigen

tersebut, menurun kembali maka keluhan nyeri dada tersebut

akan hilang.

Dari segi sejarah Ilmu Kedokteran ada baiknya dicatat disini

bahwa : Angina pektoris telah dikenal dan telah digambarkan

oleh Dr. William Heberden sejak lebih dari 200 tahun yang lalu

(tahun 1768) sebagai berikut :

“There is a disorder of the breast, marked with strong and

peculiar symptoms, considerable for the kind of danger belonging

to it, and not extremely rare. The seat of it, and sense

of strangling and anxiety with which it is attended, may make it

not improperly be called Angina Pectoris.

Those who are afflicted with it are seized, while they are walking,

and more particularly when they walk soon after eating,

with a painful and, most disagreeable sensation in the breast,

which seems as if it would take their life away, if it were to

increase or to continue : the moment they stand still all this

uneasiness vanishes. In all other respects, the patients are, at

the beginning of this disorder, perfectly well, and in particular

have no shortness of breath, from which it is totaly different

and it will come on, not only when the persons are walking but

when they are lying down, and oblige them to rise up out of

their beds every night for many months togeher: and in one or

two very inveterbrate cases it has been brought on … even by

swallowing, coughing, going to stool, or speaking, or by any

disturbance of mind …_ this complaint was greatest in winter;

another, that it was aggravated by warm weather … “

Dari catatan sejarah ini ternyata pengertian angina pektoris

dalam kurun waktu lebih dari 2 abad tidak banyak berbeda.

Pada masa kini dasar pengertian dari angina pektoris lebih

mendapat uraian yang luas dan mendalam.

Angina pektoris dapat merupakan manifestasi klinis yang

awal dari penyakit iskemia jantung yang sebagian besar disebabkan

karena gangguan pada sirkulasi koroner akibat atherosclerosis

pada arteria koronaria sehingga suplai darah yang

membawa oksigen dan metabolit ke dalam miokard sewaktuwaktu

tidak mencukupi keperluan metabolisme miokard yang

berubah-ubah.

Angina pektoris dapat diartikan sebagai manifestasi klinis dari

tidak adanya keseimbangan antara suplai dan keperluan aliran

darah koroner ke dalam miokard, keadaan ini dapat disebabkan

karena :

1. suplai yang berkurang karena hambatan aliran darah koroner

(sclerosis arteri koronaria, spasme arteri koronaria);

2. kebutuhan akan aliran darah koroner meningkat karena beban

kerja jantung lebih berat (misalnya pada aortic stenosis).

Dalam beberapa keadaan yang jarang terjadi, Angina pectoris

dapat terjadi tanpa ada kelainan dari arteri koronaria (angina

pectoris dengan arteri koronaria yang normal).

Iskemia miokard akan terjadi bila kebutuhan oksigen melampaui

suplai oksigen. Bila suplai 02 pada miokard mencukupi

kebutuhan 02 untuk metabolisme maka fungsi miokard akan

normal.

A). Faktor-faktor yang turut menentukan besarnya kebutuhan 02

miokard :

1. frekuensi denyut jantung per menit.

2. tegangan dinding ventrikel (berbanding langsung dengan

radius ventrikel dan tekanan sistolik dalam ventrikel,

akan tetapi berbanding terbalik dengan tebalnya dinding

ventrikel).

3. kekuatan kontraksi dari ventrikel (contractility).

B). Suplai 02 tergantung juga dari aliran darah koroner yang

mana aliran ini juga ditentukan oleh faktor-faktor :

1. tahanan vaskular dalam pembuluh darah koroner

2. diameter dari lumen arteri koronaria bagian proksimal

3. perbedaan antara tekanan diastolis sistemik dan tekanan

akhir diastolis dalam ventrikel.

4. frekuensi dari denyut jantung per menit

5. kadar oksigen dalam darah arteri koronaria (yang juga

tergantung dari kadar haemoglobin darah, saturasi

oksigen darah).

Diagnosis angina pektoris terutama berdasarkan pada anamnesa

yang dapat memberi data informasi tentang keluhan dari

sipenderita dengan penyakit jantung koroner. Informasi yang

penting dalam anamnesa harus meliputi :

1. Lokasi dari perasaan nyeri. Sedapat mungkin anamnesa dapat

memberi gambaran lokasi tertentu dari perasaan nyeridada

serta penjalaran dari rasa nyeri tersebut. Lokasi yang khas

dari nyeri dada pada angina pektoris adalah di daerah stern

al/mid sternal atau di daerah precordial. Kadang-kadang juga

rasa nyeri tersebut melintang di bagian dada tengah kekiri

dan kekanan. Rasa nyeri dada tersebut seringkali menjalar

melalui bahu kiri, turun ke lengan kiri di bagian ulnar sampai

ke daerah pergelangan tangan.

2. Karakteristik dan rasa nyeri perlu diperhatikan. Tiap penderita

dengan angina mungkin sekali akan melukiskan rasa nyeri

dengan ungkapan yang berbeda-beda secara subyektif,

misalnya perasaan nyeri dan berat di dada atau perasaan dada

seperti ditekan atau seperti dihimpit dan sebagainya.

3. Mulai dan saat waktu timbulnya perasaan nyeri dada tersebut

serta pencetus timbulnya nyeri dada perlu diungkapkan.

Misalnya seringkali nyeri dada timbul waktu sedang

melakukan kerja fisik tertentu, atau keadaan emosionil.

Kadang-kadang nyeri dada tercetus sesudah makan banyak.

Nyeri dada pada angina pektoris lebih mudah timbul pada

cuaca dingin.

4. Lama dan beratnya rasa nyeri dada perlu juga diketahui untuk

menilai berat ringannya dan perkembangan dari gangguan

sirkulasi koroner serta akibatnya.

5. Keadaan yang memberatkan rasa nyeri, misalnya kurangnya

istirahat atau keadaan yang sangat letih, iklim dan cuaca

dingin kadang-kadang terungkapkan dalam anamnesa.

6. Keadaan-keadaan yang dapat menghentikan perasaan nyeri

dada tersebut misalnya dengan istirahat, rasa nyeri hilang

dengan spontan atau rasa nyeri hilang juga bila ia mengisap

tablet nitro-glycerine di bawah lidah.

7. Tanda-tanda keluhan lain yang menyertai keluhan-keluhan

nyeri dada, misalnya: lemas-lemas dan keringat dingin,

perasaan tidak enak dan lain-lain, perlu mendapat perhatian

dalam anamnesa, karena hal-hal keadaan ini turut menggambarkan

berat ringannya gangguan pada sistim kardiovaskuler.

Sebagian besar penderita dengan angina pektoris datang pada

keadaan di luar serangan dimana keluhan-keluhan nyeri dada

tidak ada, dan sipenderita tampak dalam keadaan umum yang

baik. Dalam hal ini bila dari anamnesa terdapat stigmata dan

data-data yang mengungkapkan kemungkinan adanya angina

pektoris maka dapatlah diusahakan test provokasi untuk memas-

4 Cermin Dania Kedokteran No. 31

tikan adanya sesuatu serangan angina pektoris dengan beban

kerja (exercise induced myocardiac ischaemic pain). Standard

exercise stress test dapat menyebabkan timbulnya serangan

angina atau gejala-gejala yang sejenis lain, misalnya: gangguan

irama jantung (cardiac arrhythmia). Double master test, treadmill

test atau stationary bicycle test cukup baik untuk keperluan

diagnosa angina pektoris.

Perubahan EKG yang berupa depresi segmen S—T sebesar

0.5—1 mm atau lebih pada waktu atau segera sesudah melakukan

test exercise tersebut menunjukkan adanya iskemia subendocardiac.

Dalam keadaan istirahat penuh, EKG tampak selalu

normal kembali (kecuali penderita yang pernah mendapat

serangan infark jantung). Elevasi segmen ST dapat disebabkan

oleh adanya iskemia transmural pada miokard. Angina pektoris

sebagai sindroma Minis dapat terjadi dalam tipe stable dan tipe

unstable (stable angina pectoris and unstable angina pectoris).

Stable angina pectoris menunjukkan adanya keluhan angina

pektoris dengan pola yang tetap sama pada tingkat kerja fisik

tertentu sehingga biasanya dapat diduga kapan dan pada waktu

bagaimana serangan angina pektoris tersebut, akan timbul dan

akan hilang kembali. Sedangkan unstable angina pektoris

menggambarkan keadaan nyeri dada dengan pola keluhan yang

makin lama makin berat dan bahkan mungkin menjurus pada

angina pektoris yang timbul pada waktu kerja minimal atau pada

waktu istirahat dan mungkin memerrukan tablet nitroglycerin

makin banyak untuk menghilangkan serangan angina pektoris.

Penderita dengan unstable angina mempunyai risiko yang lebih

besar untuk terjadinya infark miokard.

Pemeriksaan fisik pada penderita dengan angina pektoris

diluar serangan hampir selalu tidak ditemukan kelainan-kelainan

fisik. Pada waktu serangan nyeri dada mungkin dapat ditemukan

adanya bunyi jantung ke—4 (S4) yang akan menandakan

adanya gangguan dari daya pompa dari ventrikel kiri.

Elektrokardiogram diluar serangan angina pektoris seringkali

menggambarkan EKG yang normal, kecuali pada penderita

yang pernah mempunyai riwayat infark miokard yang sudah

lama. Pada umumnya perubahan EKG yang terjadi pada waktu

serangan (bila penderita dimonitor EKG) akan tampak adanya

depresi segmen ST dan perubahan tersebut, akan hilang lagi

serta EKG menjadi normal sesudah meredanya keluhan angina

pektoris.

Kira-kira 60—80% penderita dengan penyakit jantung koroner

menunjukkan perubahan-perubahan tersebut, diatas pada

bicycle exercise atau treadmill test yang maximal.

Pemeriksaan rontgen dada tidak menunjukkan kelainan khas

angina pektoris, baik pada waktu serangan ataupun di luar

serangan.

Pemeriksaan kadar serum transaminase (SGPT, LDH, CPKtotal

dan CK—MB) tidak mengalami perubahan pada angina

pektoris.

Echo-kardiografi jarang sekali dapat menggambarkan kelainan

yangberkenaan dengan serangan angina pektoris, hanya

kadang-kadang pada serangan angina pektoris dapat ditemukan

adanya tanda-tanda berkurangnya kontraktilitas dari bagian

miokard yang iskemia ataupun mungkin juga dapat dilihat

Cermin Dania Kedokteran No. 31 5

bahwa gerakan terbukanya daun katup mitral anterior lebih

lambat yang menandakan adanya gangguan pada kontraksi

ventrikel kiri.

Pemeriksaan penyadapan jantung (cardiac catherizarion)

untuk menilai keadaan hemodinamik pada waktu serangan

angina pektoris dapat menunjukkan kenaikan tekanan akhir

diatolik dari ventrikel kin yang juga menunjukkan adanya

gangguan pada kontraktilitas ventrikel kiri.

Demildan pula dengan mengukur kadar asam laktat dan

asam pirurat dalam darah yang disadap dari sinus coronarius

akan menunjukkan kadar yang meninggi, dan keadaan ini

menunjukkan pula meningkatnya metabolisme anerobik dalam

miokard yang sering terjadi pada miokard yang mengalami

keadaan anoxia.

Gambaran ventrikulografi dari ventrikel kiri waktu serangan

angina pektoris mungkin pula dapat menunjukkan adanya bagian

dari dinding ventrikel yang mengalami hambatan pada kontraksi

pada waktu sistole.

Angiografi koroner dapat menunjukkan adanya penyempitan

pada lumen arteri koronaria bagian proximal yang cukup

bermakna (lebih dari 50%) pada penderita angina pektoris. Pada

beberapa penderita angina pektoris seringkali didapat gambaran

angiografi koroner yang masih normal walaupun exercise test

menunjukkan respons iskemia yang positif. Sebagian dari kasus

angina pektoris tipe Prinzmetal seringkali tidak menunjukkan

kelainan pada angiografi koroner, dalam hal ini gangguan

sirkulasi koroner disebabkan semata-mata oleh spasme arteri

koronaria.

Pemeriksaan dengan radionuclide (isotop thallium) exercise

test mempunyai gambaran specifisitas dan sensitivitas yang lebih

baik, dengan demikian scintigraphy sesudah exercise test pada

penderita dengan angina pektoris akan menunjukkan bagianbagian

miokard yang tidak menyerap isotop yang juga

menunjukkan bagian-bagian miokard yang terkena keadaan

iskemia.

Diagnosa angina pektoris dapat ditujukan pada :

1. Penderita dengan usia di atas 50 tahun dengan keluhan nyeri

dada yang khas untuk angina pektoris dan disertai sekurangkurangnya

satu faktor risiko utama untuk penyakit jantung

koroner (merokok, hypertensi, hypercholesterolemia, diabetes

mellitus, anamnesa famili yang nyata, adanya penyakit

jantung koroner dalam keluarga ) dan nyeri dada hilang

dengan pemberian obat preparat nitro.

2. Penderita dengan angina pektoris yang khas disertai sekurangkurangnya

satu faktor risiko utama, dan menunjukkan hasil

exercise test yang positif, disamping itu pula keluhan nyeri

dada sembuh dengan obat preparat nitroglycerine.

3. Penderita dengan keluhan nyeri dada yang tidak khas (atypical

chestpain) yang menunjukkan hasil positif pada exercise test

dan pada angiografi menggambarkan adanya penyempitan

lebih dari 50% dari diameter lumen dari salah satu cabang

utama arteri koronaria (arteria koronaria kanan, arteria

koronaria kiri dengan cabang-cabangnya art. descendence

anterior kiri dan art. circumflex kiri).

4. Penderita dengan angina yang berat (unstable angina)

yang timbul pada kerja fisik yang ringan tidak boleh dilakukan

programmed exercise test. Diagnosa angina pektoris

dalam kasus ini, didasarkan pada anamnesa yang khas,

EKG dengan depresi segmen S—T pada serangan angina, dan

rasa nyeri dada dapat dicegah atau hilang dengan obatobat

nitrate.

5. Penderita dengan riwayat angina yang khas yang dapat

dikurangi nyeri dadanya dengan obat-obat nitrat dan pada

arteriografi koroner menunjukkan adanya penyempitan

lebih dari 50% pada salah satu arteria koronaria utama.

(Catatan: pada angina pektoris tidak/belum ada kenaikan

dari kadar enzim-enzim CK—total, CK—BM, LDH dan

SGOT).

Gambaran penderita dengan keluhan nyeri dada dengan tangan kiri yang

digenggamkan diatas daerah sternal.

Diagnose diferensial dari angina pektoris :

Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan keluhan nyeri

dada selain dari penyakit jantung koroner adalah :

— nyeri yang berasal dari otot dinding thorax (neuromusculardisorders)

— Costo chondritis pada dinding dada (sindroma Tietze)

— Splenic-flexure syndrome

— fraktur tulang rusuk

— herpes zoster

— aneurysma aorta disectans

— pleuro pneumonia

— etelectosis

— pneumo thorax spontan

— emboli paru-paru

— malignancy pada paru-paru

— pericarditis

— prolaps katup mitral

— hypertensi pulmonal

— cardiomyopathia

— idiopathic hypertrophic subaortic stenosis

— stenosis katup aorta

— spasme oesophagus atau spasme cardia lambung

— hernia hiatus

— ulcus pepticum yang actif

— cholecystitis

— pancreatitis

— abses subdiaphragmatic

— kekhawatiran yang psychogenic (cardiac neurosis).

Pengobatan Angina Pektoris.

Pada serangan angina dapat diberikan tablet nitroglycerine

5 mg subligual untuk diisap di bawah lidah. Dapat jugs

dipertimbangkan pemakaian obat secara ini untuk profilaksis

terhadap serangan bila pada keadaan tertentu dapat diduga

bahwa serangan angina akan timbul. Dengan demikian

dianjurkan pad a penderita dengan angina pektoris agar selalu

membawa tablet nitroglycerine sublingual.

Faktor-faktor yang memberatkan kerja jantung (meningkatkan

kebutuhan oksigen miokard), sedapat mungkin harus

dihindari dan bila mungkin diperbaiki, misalnya hipertensi,

obesitas dan kerja fisik yang berat serta emosi yang berlebihlebihan.

Bila serangan angina pektoris mempunyai pola yang kurang

lebih menetap dalam pekerjaan sehari-hari, maka dapat diberikan

preparat nitroglycerin yang berdaya kerja dalam waktu

yang lama (long acting) sebagai pemberian obat yang dipertahankan

sehari-hari. Untuk ini isosorbide dinitrate tablet 10 mg

diberikan 3 & 4 kali sehari, seringkali cukup memadai maksud

tersebut. Disamping itu dapat pula ditambahkan obat-obatan

beta -blocker yang dapat menurunkan kebutuhan oksigen

miokard.

Dalam hal ini propanolol tablet 10 mg 3 kali sehari dapat dicoba

bila tidak ada kontra indikasi (gagal jantung, astma

bronchial, heart block grade 2 dan grade 3).

Baru-baru ini dikembangkan juga pemakaian salep nitroglycerine

dalam jumlah tertentu yang diserapkan pada kulit

dapat memenuhi keperluan obat-obat nitro sehari-hari. Latihan

fisik atau olahraga dengan bimbingan tertentu yang disesuaikan

dengan keadaan sipenderita dianjurkan untuk mencapai

keadaan optimal dari sistem kardiovaskuler dalam arti

bahwa kerja jantung menjadi lebih efisien.

Perhatian dalam pengobatan angina pektoris harus juga

ditujukan pada pola perkembangan keluhan-keluhan angina.

Bila keluhan angina menjadi progresif dalam frekuensi dan

beratnya serangan atau serangan angina timbul pada keadaan

istirahat, maka pengobatan harus lebih intensif dengan maksud

untuk sedapat mungkin mencegah terjadinya iskemia yang lebih

berat yang mungkin berlanjut akan menjadi infark miokard.

Bila keadaan ternyata bertambah buruk di monitor EKGnya dan

dilakukan pengukuran kadar enzim (SGOT LDH, CPK, dan

CK—MB) yang dilakukan berturut-turut dalam hari-hari

pertama perawatan. Penderita harus istirahat di tempat tidur

dan diberikan obat-obat sedatif dan bila perlu obat-obat

analgesik. Obat-obat beta -blocker dalam infark miokard akut

diragukan manfaatnya, bahkan mungkin perlu dihentikan

pemberiannya untuk sementara selama fase akut.

Tentang pemakaian obat antikoagulan pada unstable angina

belum ada data laporan penyelidikan yang menunjukkan bahwa

obat-obat tersebut dapat memberi manfaat yang cukup

bermakna. Pada penderita yang belum lama mendapat serangan

post infark miokard (kurang dari 1 atau 2 bulan yang lalu)

dengan timbulnya keluhan unstable angina, pemberian obat antikoagulan

boleh dipertimbangkan walaupun belum pasti

hasilnya.

Perhatian pada akhir-akhir ini banyak ditujukan pada faktor

spasme arteria koronaria vasospasme yang dapat menimbulkan

keluhan angina, walaupun pada keadaan istirahat. Pada

penderita dengan PJK ataupun pada penderita dengan

pembuluh arteria koronaria yang masih baik, dalam hal terse-but

diatas, Calsium antagonist dapat bermanfaat pada vasospastic -

unstable-angina-pektoris. Penderita yang telah diberikan

pengobatan seperlunya, akan tetapi masih juga menderita angina

sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan angiografi koroner

untuk menentukan apakah ada indikasi untuk tindakan operatif

(coroner artery bypass surgery). Ella ternyata terdapat

penyempitan yang cukup berarti (70%) pada dua atau lebih

arteri koronaria yang utama atau pada percabangannya yang

proksimal dari salah satu dari kedua arteria koronaria utama

tersebut, maka tindakan operatif seringkali dapat menghilangkan

keluhan-keluhan angina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar