Jumat, 22 Mei 2009

The Denver Pembangunan Skrining Test ( DDST II )


Denver Pembangunan Skrining Test

BY : RIO

The Denver Developmental Screening Test© (DDST) is a widely used assessment for examining the developmental progress of children from birth until the age of six devised in 1969. The Denver Pembangunan © Skrining Test (DDST) adalah banyak digunakan untuk penilaian kemajuan pembangunan yang memeriksa anak-anak sejak lahir sampai usia enam dibuat pada 1969. There were concerns raised from that time about specific items in the test, and coupled with changing normal values, it was decided that a major revision of the test was necessary in 1992. 1 Ada kekhawatiran yang dibangkitkan dari waktu tertentu tentang item dalam ujian, dan digabungkan dengan mengubah nilai-nilai normal, telah diputuskan bahwa revisi utama dari ujian yang diperlukan pada tahun 1992. 1
It was originally designed at the University of Colorado Medical Center, Denver USA. Ia awalnya dirancang di University of Colorado Medical Center, Denver USA.

Developmental delay Pembangunan keterlambatan

Developmental delay occurs in up to 15% of children under 5 years of age. 2 This includes delays in speech and language development, motor development, social-emotional development, and cognitive development. Keterlambatan pembangunan terjadi di hingga 15% dari anak-anak di bawah usia 5 tahun. 2 Hal ini termasuk keterlambatan dalam bicara dan perkembangan bahasa, perkembangan motorik, perkembangan sosial-emosi, kognitif dan pengembangan.

  • It is has been estimated that only about half of the children with developmental problems are detected before they begin school. 3 Hal ini telah diperkirakan hanya sekitar setengah dari anak-anak dengan masalah pembangunan yang terdeteksi sebelum mereka mulai sekolah. 3
  • Parents are usually the first to pick up signs of possible developmental delay, and any concerns parents have about their child's development should always be taken seriously. Orang tua biasanya pertama untuk mengambil tanda-tanda kemungkinan penundaan pembangunan, dan keprihatinan orang tua tentang perkembangan anak harus selalu diambil serius. However, the absence of parental concern does not necessarily mean that all is well. Namun, tidak adanya perhatian orang tua tidak berarti bahwa semua adalah baik.
  • Parental recall of their child's developmental milestones has been demonstrated in a number of studies to be inaccurate, but it is generally more accurate when milestones are significantly delayed. 4 Penarikan kembali dari orang tua mereka anak tonggak pembangunan telah ditunjukkan dalam sejumlah studi menjadi tidak akurat, tetapi pada umumnya lebih akurat ketika tonggak sangat terlambat. 4

The main purpose of developmental assessment depends on the age of the child: Tujuan utama dari pembangunan penilaian tergantung pada usia anak:

  • Tests may detect neurological problems such as cerebral palsy in the neonate. Tes neurological Mei mendeteksi masalah seperti kelumpuhan otak di neonate.
  • Tests may reassure parents or detect problems in early infancy. Pengujian Mei menghibur orang tua atau mendeteksi masalah pada awal masa kanak-kanak.
  • Testing in late childhood can help detect academic and social problems early enough to minimise possible negative consequences.(Although parental concern may be just as good a predictor for some problems. 5 ) Ujian akhir anak dapat membantu mendeteksi masalah-masalah akademik dan sosial dini cukup untuk meminimalkan kemungkinan konsekuensi negatif. (Walaupun perhatian orang tua mungkin hanya sebagai tukang ramal yang baik untuk beberapa masalah. 5)

The move to targeted examinations at ages 2 and 3.5 years, rather than routine, has raised concerns that some conditions eg pervasive developmental disorder may be missed. 6 Yang pindah ke bertarget ujian pada umur 2 dan 3,5 tahun, daripada rutin, telah menyuarakan keprihatinan bahwa beberapa kondisi misalnya yg dpt meliputi pembangunan disorder mungkin tidak terjawab. 6
No developmental screening tool can allow for the dynamic nature of child development. Tidak ada perkembangan pemeriksaan alat yang dapat digunakan untuk sifat dinamis perkembangan anak. A child's performance on one particular day is influenced by many factors. Seorang anak kinerja pada satu hari tertentu yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Development is not a linear process - it is characterised by spurts, plateaus and, sometimes regressions. Pembangunan bukan merupakan proses linear - itu ditandai dengan spurts, dataran tinggi, dan kadang-kadang regressions. Gradually screening has been replaced by the concept of developmental surveillance. 7 This is a much broader concept. Penyaringan bertahap telah diganti dengan konsep pembangunan surveilans. 7 Ini adalah konsep yang lebih luas. It involves parents, allows for context and should be a flexible, continuous process. Ia melibatkan orang tua, dan memungkinkan untuk konteks harus yang fleksibel, proses berkelanjutan.

The Denver II© Development Screening Test The Denver II © Pengembangan Skrining Test

Test design Uji desain

The test consists of up to 125 items, divided into four parts: Ujian ini terdiri dari sampai dengan 125 item, dibagi menjadi empat bagian:

  • Social/personal: aspects of socialisation inside and outside the home Sosial / pribadi: aspek sosialisasi di dalam dan di luar rumah
  • Fine motor function: eye/hand co-ordination, and manipulation of small objects Fine motor fungsi: mata / tangan koordinasi, dan manipulasi benda-benda kecil
  • Language: production of sounds, ability to recognise, understand, and use of language Bahasa: produksi suara, kemampuan untuk mengenali, memahami, dan menggunakan bahasa
  • Gross motor functions: motor control, sitting, walking, jumping, and other movements Gross motor fungsi: kontrol motor, duduk, walking, jumping, dan gerakan

Application Lamaran

  • No special training is required. Tidak ada pelatihan khusus yang diperlukan.
  • The test takes approximately 20 minutes to administer and interpret. Ujian ini berlangsung sekitar 20 menit untuk mengelola dan menafsirkannya.
  • There may be some variation in time taken, depending on both the age and co-operation of the child. Mungkin ada beberapa variasi dalam waktu yang diambil, tergantung pada usia dan kerjasama anak.
  • Interviews can be performed by almost anyone who works with children and medical professionals. Wawancara dapat dilakukan oleh hampir setiap orang yang bekerja sama dengan anak-anak dan profesional medis.
  • The 125 items are recorded through direct observations of the child plus for some points, the mother reports whether the child is capable of performing a given task. 125 item yang direkam melalui pengamatan langsung dari anak plus untuk beberapa poin, ibu laporan apakah anak yang mampu melakukan tugas yang diberikan.
  • Younger infants can sit on their mother's lap. Muda bayi bisa duduk di pangkuan ibu mereka.
  • The test should be given slowly. Ujian harus diberikan lambat.

Interpretation of the test Interpretasi dari tes

  • The data are presented as age norms, similar to a growth curve. Data yang disajikan sebagai norma usia, mirip dengan pertumbuhan melengkung.
  • Draw a vertical line at the child's chronological age on the charts; if the infant was premature, subtract the months premature from chronological age. Menggambar garis vertikal pada anak usia kronologis pada grafik; jika bayi yang prematur, kurang bulan yang prematur dari usia kronologis.
  • The more items a child fails to perform (passed by 90% of his/her peers), the more likely the child manifests a significant developmental deviation that warrants further evaluation Semakin banyak item anak gagal melakukan (disahkan oleh 90% of his / her peer), semakin besar kemungkinan anak yang signifikan manifests pembangunan deviasi menjamin bahwa evaluasi lebih lanjut
Referral Arahan

Concerns should prompt referral to a general or developmental paediatrician. Keprihatinan harus meminta rujukan untuk umum atau dokter penyakit anak pembangunan.

  • Most paediatricians would prefer to see children early rather than late. Paling paediatricians akan lebih suka melihat anak-anak usia dini daripada terlambat.
  • If development appears normal, then reassuring anxious parents is always rewarding. Jika pembangunan muncul normal, maka yg menenteramkan cemas orang tua selalu menyenangkan. On the other hand if there is developmental delay, intervention at the earliest possible time can make a significant difference to outcome. 8 Di sisi lain jika ada penundaan pembangunan, intervensi pada saat awal mungkin bisa membuat perbedaan yang signifikan ke hasil. 8

Sensitivity rates are reported between 56-83% for the Denver II©, but specificity may be as low as 43%, rising to 80%. 9 There is a danger of unnecessary referral. Sensitivitas harga dilaporkan antara 56-83% untuk Denver II ©, tapi mungkin sebagai kekhususan rendah seperti 43%, naik 80%. 9 Terdapat bahaya yang tidak perlu arahan.
However, research has shown that children over-referred (false positives) because of developmental screens perform substantially lower on measures of intelligence, language, and academic achievement - the 3 best predictors of school success - than children with true negative scores. Namun, penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak yang disebutkan diatas-(false positif) karena melakukan pembangunan layar substansial lebih rendah dari pada langkah-langkah intelijen, bahasa, dan prestasi akademik - 3 terbaik predictors sekolah sukses - dari anak-anak dengan benar nilai negatif. These children may also carry more psychosocial risk factors, such as limited parental education and minority status. Anak-anak ini juga dapat membawa lebih banyak faktor risiko psikososial, seperti pendidikan dan orang tua terbatas status minoritas. Thus, children with false-positive screening results are an at-risk group for whom diagnostic testing may not be an unnecessary expense, but can serve as a sign post to focus necessary interventions eg Head Start programmes - intensive, supported nursery places. 10 Dengan demikian, anak-anak dengan false positif merupakan hasil penyaringan pada kelompok berisiko untuk uji diagnostik yang tidak boleh yang tidak perlu biaya, namun dapat berfungsi sebagai suatu tanda dikirim ke fokus diperlukan intervensi misalnya Kepala Awal program - intensif, didukung nursery tempat. 10

What differentiates the Denver II© from other screening tests? Apa yang beberapa © Denver II dari tes skrining lainnya?
  • It enables the tester to compare a child's development with that of over 2,000 children who were in the standardised population, like a growth curve. Itu memungkinkan tester untuk membandingkan perkembangan anak dengan lebih dari 2.000 anak-anak yang berada di standar penduduk, seperti pertumbuhan melengkung.
  • It consists of items in which a sub-sample (race, less educated parents, gender and place of residence) which varied a clinically significant amount from the composite sample, are identified and their norms are provided in the Denver II© Technical Manual. Terdiri dari item yang di-sub sampel (ras, kurang pendidikan orang tua, jenis kelamin dan tempat tinggal) yang bervariasi klinis yang cukup signifikan dari pengambilan sampel, diidentifikasi dan norma mereka disediakan di Denver II © Pedoman Teknis.
  • It provides a broad variety of standardised items to give a quick over-view of the child's development. Ini menyediakan berbagai berbagai standar item untuk memberi lebih-cepat melihat dari perkembangan anak.
  • It also contains a behaviour rating scale. Ia juga berisi perilaku skala penilaian.
Items necessary to perform test Item yang diperlukan untuk melakukan tes

These include: Ini termasuk:

  • Bell Bell
  • Glass bottle Botol kaca
  • Set of 10 blocks Set 10 blok
  • Rattle Gemeretuk
  • Pencil Pensil
  • Tennis ball Bola tenis
  • Wool Wol
  • Raisins Kismis
  • Bag with zip top Tas dengan zip atas
  • Cup Cup
  • Doll Doll
  • Baby bottle Botol bayi
  • Interpretation card Interpretasi kartu
Test examples Uji contoh
  • When prone lifts head up, using forearm support (with or without hands). Ketika lift rawan kepala atas, dengan menggunakan tangan dukungan (dengan atau tanpa tangan).
  • Throws balls overhand 3 feet to within your reach. Throws overhand bola 3 kaki ke dalam jangkauan.
  • Bounce a ball. Bounce bola. He must catch it. Dia harus dihukum. Allow up to three tries. Diperlukan waktu hingga tiga mencoba.
  • Child grasps raisin between thumb and index finger Kismis grasps anak antara ibu jari dan telunjuk
  • "Copy this" (circle). "Menyalin ini" (lingkaran). Do not name or demonstrate Tidak menunjukkan nama atau
  • "Give the block to Mum". "Berikan ke blok Mum". "Put it on the table". "Debitkan di atas meja". No gestures Tidak ada gerak-gerik
  • Answer 3/3: "What is a spoon/shoe/door made of?" Jawaban 3 / 3: "Apa yang dimaksud dengan sendok / sepatu / pintu yang terbuat dari?" (no others). (tidak lain).
  • While he plays with a toy, pull it away. Meskipun ia bermain dengan mainan, tarik diri. Pass if he resists. Pass jika dia resists.

Document references Dokumen referensi
  1. Frankenburg WK, Dodds J, Archer P, et al ; The Denver II: a major revision and restandardization of the Denver Developmental Screening Test. Frankenburg WK, Dodds J, Archer P, et al; The Denver II: utama revisi dan restandardization dari Denver Pembangunan Skrining Test. Pediatrics. Pediatri. 1992 Jan;89(1):91-7. Jan 1992; 89 (1) :91-7. [abstract] [abstrak]
  2. National Health and Medical Research Council . Kesehatan Nasional dan Penelitian Medis Council. Child health screening and surveillance: a critical review of the evidence. Kesehatan anak dan pemutaran film surveilans: kritis terhadap bukti. Canberra: NHMRC, 2002.; 2002 Canberra: NHMRC, 2002.; 2002
  3. Glascoe FP, Dworkin PH ; Obstacles to effective developmental surveillance: errors in clinical reasoning. Glascoe FP, Dworkin PH; Hambatan efektif untuk pembangunan surveilans: kesalahan dalam klinis reasoning. J Dev Behav Pediatr. J Dev Behav Pediatr. 1993 Oct;14(5):344-9. Oktober 1993; 14 (5) :344-9. [abstract] [abstrak]
  4. Glascoe FP, Dworkin PH ; The role of parents in the detection of developmental and behavioral problems. Glascoe FP, Dworkin PH; Peran orangtua dalam deteksi dari masalah pembangunan dan perilaku. Pediatrics. Pediatri. 1995 Jun;95(6):829-36. Jun 1995; 95 (6) :829-36. [abstract] [abstrak]
  5. Glascoe FP ; Parents' evaluation of developmental status: how well do parents' concerns identify children with behavioral and emotional problems? Glascoe FP; Orang Tua evaluasi perkembangan status: seberapa baik dilakukan orangtua keprihatinan mengidentifikasi anak-anak dengan masalah perilaku dan emosi? Clin Pediatr (Phila). Clin Pediatr (Phila). 2003 Mar;42(2):133-8. Mar 2003; 42 (2) :133-8. [abstract] [abstrak]
  6. Tebruegge M, Nandini V, Ritchie J ; Does routine child health surveillance contribute to the early detection of children with pervasive developmental disorders? Tebruegge M, Nandini V, Ritchie J; Apakah anak rutin kesehatan kontribusi bagi deteksi dini anak-anak dengan yg dpt meliputi pembangunan disorders? An epidemiological study in Kent, UK BMC Pediatr. Epidemiological sebuah studi di Kent, Inggris BMC Pediatr. 2004 Mar 3;4:4. 2004 3 Maret; 4:4. [abstract] [abstrak]
  7. Oberklaid F, Efron D ; Developmental delay--identification and management. Oberklaid M, Efron D; Pembangunan menunda - identifikasi dan manajemen. Aust Fam Physician. Aust Fam Physician. 2005 Sep;34(9):739-42. Sep 2005; 34 (9) :739-42. [abstract] [abstrak]
  8. Shonkoff JP, Meisels SJ, editors. Shonkoff JP, Meisels SJ, editor. Handbook of early childhood intervention. Pegangan intervensi anak usia dini. UK: Cambridge University Press, 2000 UK: Cambridge University Press, 2000
  9. Developmental Screening Toolkit . Pembangunan Skrining Toolkit. Website Website
  10. Glascoe FP ; Are overreferrals on developmental screening tests really a problem? Glascoe FP; Apakah overreferrals tes skrining pada pembangunan benar-benar menjadi masalah? Arch Pediatr Adolesc Med. Arch Pediatr Adolesc Med. 2001 Jan;155(1):54-9. Jan 2001; 155 (1) :54-9. [abstract] [abstrak]

Jumat, 15 Mei 2009

FLU SINGAPURA - HFMD - KTM

BY :RIO

"Flu Singapura" sebenarnya adalah penyakit yang didunia kedokteran dikenal sebagai Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD) atau penyakit Kaki, Tangan dan Mulut ( KTM )
Penyakit KTM ini adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus RNA yang masuk dalam famili Picornaviridae (Pico, Spanyol = kecil ), Genus Enterovirus ( non Polio ). Genus yang lain adalah Rhinovirus, Cardiovirus, Apthovirus. Didalam Genus enterovirus terdiri dari Coxsackie A virus, Coxsackie B virus, Echovirus dan Enterovirus.
Penyebab KTM yang paling sering pada pasien rawat jalan adalah Coxsackie A16, sedangkan yang sering memerlukan perawatan karena keadaannya lebih berat atau ada komplikasi sampai meninggal adalah Enterovirus 71. Berbagai enterovirus dapat menyebabkan berbagai penyakit.

EPIDEMIOLOGI:
Penyakit ini sangat menular dan sering terjadi dalam musim panas. KTM adalah penyakit umum/?biasa? pada kelompok masyarakat yang ?crowded? dan menyerang anak-anak usia 2 minggu sampai 5 tahun ( kadang sampai 10 tahun ).
Orang dewasa umumnya kebal terhadap enterovirus. Penularannya melalui kontak langsung dari orang ke orang yaitu melalui droplet, pilek, air liur (oro-oro), tinja, cairan dari vesikel atau ekskreta. Penularan kontak tidak langsung melalui barang, handuk, baju, peralatan makanan, dan mainan yang terkontaminasi oleh sekresi itu. Tidak ada vektor tetapi ada pembawa (?carrier?) seperti lalat dan kecoa. Penyakit KTM ini mempunyai imunitas spesifik, namun anak dapat terkena KTM lagi oleh virus strain Enterovirus lainnya. Masa Inkubasi 2 ? 5 hari.

GAMBARAN KLINIK :

Mula-mula demam tidak tinggi 2-3 hari, diikuti sakit leher (pharingitis), tidak ada nafsu makan, pilek, gejala seperti ?flu? pada umumnya yang tak mematikan. Timbul vesikel yang kemudian pecah, ada 3-10 ulcus dumulut seperti sariawan ( lidah, gusi, pipi sebelah dalam ) terasa nyeri sehingga sukar untuk menelan.
Bersamaan dengan itu timbul rash/ruam atau vesikel (lepuh kemerahan/blister yang kecil dan rata), papulovesikel yang tidak gatal ditelapak tangan dan kaki.
Kadang-kadang rash/ruam (makulopapel) ada dibokong. Penyakit ini membaik sendiri dalam 7-10 hari.
Bila ada muntah, diare atau dehidrasi dan lemah atau komplikasi lain maka penderita tersebut harus dirawat. Pada bayi/anak-anak muda yang timbul gejala berat , harus dirujuk kerumah sakit sebagai berikut :

o Hiperpireksia ( suhu lebih dari 39 der. C).
o Demam tidak turun-turun (?Prolonged Fever?)
o Tachicardia.
o Tachypneu
o Malas makan, muntah atau diare dengan dehidrasi.
o Lethargi
o Nyeri pada leher,lengan dan kaki.
o Serta kejang-kejang.

Komplikasi penyakit ini adalah :

o Meningitis (aseptic meningitis, meningitis serosa/non bakterial)
o Encephalitis ( bulbar )
o Myocarditis (Coxsackie Virus Carditis) atau pericarditis
o Paralisis akut flaksid (?Polio-like illness? )

Satu kelompok dengan penyakit ini adalah :

1. Vesicular stomatitis dengan exanthem (KTM) - Cox A 16, EV 71 (Penyakit ini)
2. Vesicular Pharyngitis (Herpangina) - EV 70
3. Acute Lymphonodular Pharyngitis - Cox A 10

LABORATORIUM :

Sampel ( Spesimen ) dapat diambil dari tinja, usap rektal, cairan serebrospinal dan usap/swab ulcus di mulut/tenggorokan, vesikel di kulit spesimen atau biopsi otak.
Spesimen dibawa dengan ?Hank?s Virus Transport?. Isolasi virus dencara biakan sel dengan suckling mouse inoculation.
Setelah dilakukan ?Tissue Culture?, kemudian dapat diidentifikasi strainnya dengan antisera tertentu / IPA, CT, PCR dll. Dapat dilakukan pemeriksaan antibodi untuk melihat peningkatan titer.

Diagnosa Laboratorium adalah sebagai berikut :

1. Deteksi Virus :

o Immuno histochemistry (in situ)
o Imunofluoresensi antibodi (indirek)
o Isolasi dan identifikasi virus.
Pada sel Vero ; RD ; L20B
Uji netralisasi terhadap intersekting pools
Antisera (SCHMIDT pools) atau EV-71 (Nagoya) antiserum.

2. Deteksi RNA :

RT-PCR
Primer : 5? CTACTTTGGGTGTCCGTGTT 3?
5? GGGAACTTCGATTACCATCC 3?
Partial DNA sekuensing (PCR Product)

3. Serodiagnosis :

Serokonversi paired sera dengan uji serum netralisasi terhadap virus EV-71 (BrCr, Nagoya) pada sel Vero.
Uji ELISA sedang dikembangkan.
Sebenarnya secara klinis sudah cukup untuk mendiagnosis KTM, hanya kita dapat mengatahui apakah penyebabnya Coxsackie A-16 atau Enterovirus 71.

TATALAKSANA :

o Istirahat yang cukup
o Pengobatan spesifik tidak ada.
o Dapat diberikan :

Immunoglobulin IV (IGIV), pada pasien imunokompromis atau neonatus

Extracorporeal membrane oxygenation.

o Pengobatan simptomatik :
Antiseptik didaerah mulut
Analgesik misal parasetamol
Cairan cukup untuk dehidrasi yang disebabkan sulit minum dan karena demam
Pengobatan suportif lainnya ( gizi dll )
Penyakit ini adalah ?self limiting diseases? ( berobat jalan ) yang sembuh dalam 7-10 hari, pasien perlu istirahat karena daya tahan tubuh menurun. Pasien yang dirawat adalah yang dengan gejala berat dan komplikasi tersebut diatas.

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT:
Penyakit ini sering terjadi pada masyarakat dengan sanitasi yang kurang baik. Pencegahan penyakit adalah dengan menghilangkan ?Overcrowding?, kebersihan (Higiene dan Sanitasi). Lingkungan dan perorangan misal cuci tangan, desinfeksi peralatan makanan, mainan, handuk yang memungkinkan terkontaminasi.
Bila perlu anak tidak bersekolah selama satu minggu setelah timbul rash sampai panas hilang. Pasien sebenarnya tak perlu diasingkan karena ekskresi virus tetap berlangsung beberapa minggu setelah gejala hilang, yang penting menjaga kebersihan perorangan.
Di Rumah sakit ? Universal Precaution? harus dilaksanakan.
Penyakit ini belum dapat dicegah dengan vaksin (Imunisasi)

UPAYA PEMERINTAH DALAM HAL INI :
Meningkatkan survailans epidemiologi (perlu definisi klinik)
Memberikan penyuluhan tentang cara-cara penularan dan pencegahan KTM untuk memotong rantai penularan.
Memberikan penyuluhan tentang tamda-tanda dan gejala KTM
Menjaga kebersihan perorangan.
Bila anak tidak dirawat, harus istirahat di rumah karena :
o Daya tahan tubuh menurun.
o Tidak menularkan kebalita lainnya.
Menyiapkan sarana kesehatan tentang tatalaksana KTM termasuk pelaksanaan ?Universal Precaution?nya.

Hand-Foot-Mouth Disease (HFMD)

Etiologi : Coxsackievirus A 16
Cara Penularan : Droplets
Masa Inkubasi : 4 ? 6 Hari

Manifestasi Klinis :
Masa prodromal ditandai dengan panas subfebris, anoreksia, malaise dan nyeri tenggorokan yang timbul 1 ? 2 hari sebelum timbul enantem. Enantem adalah manifestasi yang paling sering pada HFMD. Lesi dimulai dengan vesikel yang cepat menjadi ulkus dengan dasar eritem, ukuran 4-8 mm yang kemudian menjadi krusta, terdapat pada mukosa bukal dan lidah serta dapat menyebar sampai palatum uvula dan pilar anterior tonsil. Eksantema tampak sebagai vesiko pustul berwarna putih keabu-abuan, berukuran 3-7 mm terdapat pada lengan dan kaki, pada permukaan dorsal atau lateral, pada anak sering juga terdapat di bokong. Lesi dapat berulang beberapa minggu setelah infeksi, jarang menjadibula dan biasanya asimptomatik, dapat terjadi rasa gatal atau nyeri pada lesi. Lesi menghilang tanpa bekas.

Diagnosis :
Manifestasi klinis dan isolasi virus dengan preparat Tzank.

Diagnosis Banding : Varisela, herpes

Terapi : Simptomatis

"Flu Singapura" sebenarnya adalah penyakit yang didunia kedokteran dikenal sebagai Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD) atau penyakit Kaki, Tangan dan Mulut ( KTM )
Penyakit KTM ini adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus RNA yang masuk dalam famili Picornaviridae (Pico, Spanyol = kecil ), Genus Enterovirus ( non Polio ). Genus yang lain adalah Rhinovirus, Cardiovirus, Apthovirus. Didalam Genus enterovirus terdiri dari Coxsackie A virus, Coxsackie B virus, Echovirus dan Enterovirus.
Penyebab KTM yang paling sering pada pasien rawat jalan adalah Coxsackie A16, sedangkan yang sering memerlukan perawatan karena keadaannya lebih berat atau ada komplikasi sampai meninggal adalah Enterovirus 71. Berbagai enterovirus dapat menyebabkan berbagai penyakit.

EPIDEMIOLOGI:
Penyakit ini sangat menular dan sering terjadi dalam musim panas. KTM adalah penyakit umum/?biasa? pada kelompok masyarakat yang ?crowded? dan menyerang anak-anak usia 2 minggu sampai 5 tahun ( kadang sampai 10 tahun ). Orang dewasa umumnya kebal terhadap enterovirus. Penularannya melalui kontak langsung dari orang ke orang yaitu melalui droplet, pilek, air liur (oro-oro), tinja, cairan dari vesikel atau ekskreta. Penularan kontak tidak langsung melalui barang, handuk, baju, peralatan makanan, dan mainan yang terkontaminasi oleh sekresi itu. Tidak ada vektor tetapi ada pembawa (?carrier?) seperti lalat dan kecoa. Penyakit KTM ini mempunyai imunitas spesifik, namun anak dapat terkena KTM lagi oleh virus strain Enterovirus lainnya. Masa Inkubasi 2 ? 5 hari.

GAMBARAN KLINIK :
Mula-mula demam tidak tinggi 2-3 hari, diikuti sakit leher (pharingitis), tidak ada nafsu makan, pilek, gejala seperti ?flu? pada umumnya yang tak mematikan. Timbul vesikel yang kemudian pecah, ada 3-10 ulcus dumulut seperti sariawan ( lidah, gusi, pipi sebelah dalam ) terasa nyeri sehingga sukar untuk menelan.
Bersamaan dengan itu timbul rash/ruam atau vesikel (lepuh kemerahan/blister yang kecil dan rata), papulovesikel yang tidak gatal ditelapak tangan dan kaki.
Kadang-kadang rash/ruam (makulopapel) ada dibokong. Penyakit ini membaik sendiri dalam 7-10 hari.
Bila ada muntah, diare atau dehidrasi dan lemah atau komplikasi lain maka penderita tersebut harus dirawat. Pada bayi/anak-anak muda yang timbul gejala berat , harus dirujuk kerumah sakit sebagai berikut :

o Hiperpireksia ( suhu lebih dari 39 der. C).
o Demam tidak turun-turun (?Prolonged Fever?)
o Tachicardia.
o Tachypneu
o Malas makan, muntah atau diare dengan dehidrasi.
o Lethargi
o Nyeri pada leher,lengan dan kaki.
o Serta kejang-kejang.

Komplikasi penyakit ini adalah :

o Meningitis (aseptic meningitis, meningitis serosa/non bakterial)
o Encephalitis ( bulbar )
o Myocarditis (Coxsackie Virus Carditis) atau pericarditis
o Paralisis akut flaksid (?Polio-like illness? )

Satu kelompok dengan penyakit ini adalah :

1. Vesicular stomatitis dengan exanthem (KTM) - Cox A 16, EV 71 (Penyakit ini)
2. Vesicular Pharyngitis (Herpangina) - EV 70
3. Acute Lymphonodular Pharyngitis - Cox A 10

LABORATORIUM :
Sampel ( Spesimen ) dapat diambil dari tinja, usap rektal, cairan serebrospinal dan usap/swab ulcus di mulut/tenggorokan, vesikel di kulit spesimen atau biopsi otak.
Spesimen dibawa dengan ?Hank?s Virus Transport?. Isolasi virus dencara biakan sel dengan suckling mouse inoculation.
Setelah dilakukan ?Tissue Culture?, kemudian dapat diidentifikasi strainnya dengan antisera tertentu / IPA, CT, PCR dll. Dapat dilakukan pemeriksaan antibodi untuk melihat peningkatan titer.
Diagnosa Laboratorium adalah sebagai berikut :
1. Deteksi Virus :
o Immuno histochemistry (in situ)
o Imunofluoresensi antibodi (indirek)
o Isolasi dan identifikasi virus.
Pada sel Vero ; RD ; L20B
Uji netralisasi terhadap intersekting pools
Antisera (SCHMIDT pools) atau EV-71 (Nagoya) antiserum.
2. Deteksi RNA :
RT-PCR
Primer : 5? CTACTTTGGGTGTCCGTGTT 3?
5? GGGAACTTCGATTACCATCC 3?
Partial DNA sekuensing (PCR Product)
3. Serodiagnosis :
Serokonversi paired sera dengan uji serum netralisasi terhadap virus EV-71 (BrCr, Nagoya) pada sel Vero.
Uji ELISA sedang dikembangkan.
Sebenarnya secara klinis sudah cukup untuk mendiagnosis KTM, hanya kita dapat mengatahui apakah penyebabnya Coxsackie A-16 atau Enterovirus 71.

TATALAKSANA :
o Istirahat yang cukup
o Pengobatan spesifik tidak ada.
o Dapat diberikan :
Immunoglobulin IV (IGIV), pada pasien imunokompromis atau neonatus

Extracorporeal membrane oxygenation.

o Pengobatan simptomatik :
Antiseptik didaerah mulut Analgesik misal parasetamol Cairan cukup untuk dehidrasi yang disebabkan sulit minum dan karena demam Pengobatan suportif lainnya ( gizi dll )
Penyakit ini adalah ?self limiting diseases? ( berobat jalan ) yang sembuh dalam 7-10 hari, pasien perlu istirahat karena daya tahan tubuh menurun. Pasien yang dirawat adalah yang dengan gejala berat dan komplikasi tersebut diatas.

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT:

Penyakit ini sering terjadi pada masyarakat dengan sanitasi yang kurang baik. Pencegahan penyakit adalah dengan menghilangkan ?Overcrowding?, kebersihan (Higiene dan Sanitasi). Lingkungan dan perorangan misal cuci tangan, desinfeksi peralatan makanan, mainan, handuk yang memungkinkan terkontaminasi.
Bila perlu anak tidak bersekolah selama satu minggu setelah timbul rash sampai panas hilang. Pasien sebenarnya tak perlu diasingkan karena ekskresi virus tetap berlangsung beberapa minggu setelah gejala hilang, yang penting menjaga kebersihan perorangan.
Di Rumah sakit ? Universal Precaution? harus dilaksanakan.
Penyakit ini belum dapat dicegah dengan vaksin (Imunisasi)

UPAYA PEMERINTAH DALAM HAL INI :
Meningkatkan survailans epidemiologi (perlu definisi klinik)
Memberikan penyuluhan tentang cara-cara penularan dan pencegahan KTM untuk memotong rantai penularan.
Memberikan penyuluhan tentang tamda-tanda dan gejala KTM
Menjaga kebersihan perorangan.
Bila anak tidak dirawat, harus istirahat di rumah karena :
o Daya tahan tubuh menurun.
o Tidak menularkan kebalita lainnya.
Menyiapkan sarana kesehatan tentang tatalaksana KTM termasuk pelaksanaan ?Universal Precaution?nya.

Hand-Foot-Mouth Disease (HFMD)
Etiologi : Coxsackievirus A 16
Cara Penularan : Droplets
Masa Inkubasi : 4 ? 6 Hari

Manifestasi Klinis :
Masa prodromal ditandai dengan panas subfebris, anoreksia, malaise dan nyeri tenggorokan yang timbul 1 ? 2 hari sebelum timbul enantem. Enantem adalah manifestasi yang paling sering pada HFMD. Lesi dimulai dengan vesikel yang cepat menjadi ulkus dengan dasar eritem, ukuran 4-8 mm yang kemudian menjadi krusta, terdapat pada mukosa bukal dan lidah serta dapat menyebar sampai palatum uvula dan pilar anterior tonsil. Eksantema tampak sebagai vesiko pustul berwarna putih keabu-abuan, berukuran 3-7 mm terdapat pada lengan dan kaki, pada permukaan dorsal atau lateral, pada anak sering juga terdapat di bokong. Lesi dapat berulang beberapa minggu setelah infeksi, jarang menjadibula dan biasanya asimptomatik, dapat terjadi rasa gatal atau nyeri pada lesi. Lesi menghilang tanpa bekas.

Diagnosis :
Manifestasi klinis dan isolasi virus dengan preparat Tzank.
Diagnosis Banding : Varisela, herpes
Terapi : Simptomatis

Sabtu, 09 Mei 2009

PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

OLEH: RIO


Inspeksi
Dilakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring terlentang atau dalam posisi sedikit dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit ditemukan misalnya pada stenosis mitral. dan pemeriksa berdiri disebelah kanan penderita.
Memperhatikan bentuk prekordial apakah normal, mengalami depresi atau ada penonjolan asimetris yang disebabkan pembesaran jantung sejak kecil. Hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri dan kanan dapat terjadi akibat kelainan kongenital.
Garis anatomis pada permukaan badan yang penting dalam melakukan pemeriksaan dada adalah:
 Garis tengah sternal (mid sternal line/MSL)
 Garis tengah klavikula (mid clavicular line/MCL)
 Garis anterior aksilar (anterior axillary line/AAL)
 Garis parasternal kiri dan kanan (para sternal line/PSL)
Mencari pungtum maksimum, Inspirasi dalam dapat mengakibatkan paru-paru menutupi jantung, sehingga pungtum maksimimnya menghilang, suatu variasi yang khususnya ditemukan pada penderita emfisema paru. Oleh kerena itu menghilangnya pungtum maksimum pada inspirasi tidak berarti bahwa jantung tidak bergerak bebas.
Pembesaran ventrikel kiri akan menggeser pungtum maksimum kearah kiri, sehingga akan berada diluar garis midklavikula dan kebawah. Efusi pleura kanan akan memindahkan pungtum maksimum ke aksila kiri sedangkan efusi pleura kiri akan menggeser kekanan. Perlekatan pleura, tumor mediastinum, atelektasis dan pneumotoraks akan menyebabkan terjadi pemindahan yang sama.
Kecepatan denyut jantung juga diperhatikan, meningkat pada berbagai keadaan seperti hipertiroidisme, anemia, demam.

Palpasi

Pada palpasi jantung, telapak tangan diletakkan diatas prekordium dan dilakukan perabaan diatas iktus kordis (apical impulse)
Lokasi point of masksimal impulse , normal terletak pada ruang sela iga (RSI) V kira-kira 1 jari medial dari garis midklavikular (medial dari apeks anatomis). Pada bentuk dada yang panjang dan gepeng, iktus kordis terdapat pada RSI VI medial dari garis midklavikular, sedang pada bentuk dada yang lebih pendek lebar, letak iktus kordis agak ke lateral. Pada keadaan normal lebar iktus kordis yang teraba adalah 1-2 cm2
Bila kekuatan volum dan kualitas jantung meningkat maka terjadi systolic lift, systolic heaving, dan dalam keadaan ini daerah iktus kordis akan teraba lebih melebar.
Getaranan bising yang ditimbulkan dapat teraba misalnya pada Duktus Arteriosis Persisten (DAP) kecil berupa getaran bising di sela iga kiri sternum.

Pulsasi ventrikel kiri
Pulsasi apeks dapat direkam dengan apikokardiograf. Pulsasi apeks yang melebar teraba seperti menggelombang (apical heaving). Apical heaving tanpa perubahan tempat ke lateral, terjadi misalnya pada beban sistolik ventrikel kiri yang meningkat akibat stenosis aorta. Apical heaving yang disertai peranjakan tempat ke lateral bawah, terjadi misalnya pada beban diastolik ventrikel kiri yang meningkat akibat insufisiensi katub aorta. Pembesaran ventrikel kiri dapat menyebabkan iktus kordis beranjak ke lateral bawah. Pulsasi apeks kembar terdapat pada aneurisme apikal atau pada kardiomiopati hipertrofi obstruktif.

Pulsasi ventrikel kanan
Area dibawah iga ke III/IV medial dari impuls apikal dekat garis sternal kiri, normal tidak ada pulsasi. Bila ada pulsasi pada area ini, kemungkinan disebabkan oleh kelebihan beban sistolik ventrikel kanan, misalnya pada stenosis pulmonal atau hipertensi pulmonal. Pulsasi yang kuat di daerah epigastrium dibawah prosesus sifoideus menunjukkan kemungkinan adanya hipertropi dan dilatasi ventrikel kanan. Pulsasi abnormal diatas iga ke III kanan menunjukkan kemungkinan adanya aneurisma aorta asendens. Pulsasi sistolik pada interkostal II sebelah kiri pada batas sternum menunjukkan adanya dilatasi arteri pulmonal.

Getar jantung ( Cardiac Trill)
Getar jantung ialah terabanya getaran yang diakibatkan oleh desir aliran darah. Bising jantung adalah desiaran yang terdengar karena aliran darah. Getar jantung di daerah prekordial adalah getaran atau vibrasi yang teraba di daerah prekordial. Getar sistolik (systolic thrill) timbul pada fase sistolik dan teraba bertepatan dengan terabanya impuls apikal. Getar diastolic (diastolic thrill) timbul pada fase diastolik dan teraba sesudah impuls apikal.
Getar sistolik yang panjang pada area mitral yang melebar ke lateral menunjukkan insufisiensi katup mitral. Getar sistolik yang pendek dengan lokasi di daerh mitral dan bersambung kearah aorta menunjukkan adanya stenosis katup aorta. Getar diastolik yang pendek di daerah apeks menunjukkan adanya stenosis mitral. Getar sistolik yang panjang pada area trikuspid menunjukkan adanya insufisiensi tricuspid. Getar sistolik pada area aorta pada lokasi didaerah cekungan suprasternal dan daerah karotis menunjukkan adanya stenosis katup aorta, sedangkan getar diastolik di daerah tersebut menunjukkan adanya insufisiensi aorta yang berat, biasanya getar tersebut lebih keras teraba pada waktu ekspirasi. Getar sistolik pada area pulmonal menunjukkan adanya stenosis katup pulmonal.
Pada gagal jantung kanan getar sistolik pada spatium interkostal ke 3 atau ke 4 linea para sternalis kiri.

Perkusi
Cara perkusi
Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang interkostal III/IV pada garis parasternal kiri pekak jantung relatif dan pekak jantung absolut perlu dicari untuk menentukan gambaran besarnya jantung.
Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar kekiri dan ke kanan. Dilatasi ventrikel kiri menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-bawah. Pinggang jantung merupakan batas pekak jantung pada RSI III pada garis parasternal kiri.
Kardiomegali dapat dijumpai pada atlit, gagal jantung, hipertensi, penyakit jantung koroner, infark miokard akut, perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, regurgitasi tricuspid, insufisiensi aorta, ventrikel septal defect sedang, tirotoksikosis, Hipertrofi atrium kiri menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol kearah lateral. Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan dan/atau ke kiri atas. Pada perikarditis pekat jantung absolut melebar ke kanan dan ke kiri. Pada emfisema paru, pekak jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada emfisema paru yang berat, sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut sukar ditentukan.

Auskultasi
Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan mendengar bunyi akibat vibrasi (getaran suara) yang ditimbulkan karena kejadian dan kegiatan jantung dan kejadian hemodemanik darah dalam jantung.
Alat yang digunakan ialah stetoskop yang terdiri atas earpiece, tubing dan chespiece.
Macam-macam ches piece yaitu bowel type dengan membran, digunakan terutama untuk mendengar bunyi dengan frekuensi nada yang tinggi; bel type, digunakan untuk mendengar bunyi-bunyi dengan frekuensi yang lebih rendah.

Beberapa aspek bunyi yang perlu diperhatikan :
a) Nada berhubungan dengan frekuensi tinggi rendahnya getaran.
b) Kerasnya (intensitas), berhubungan dengan ampitudo gelombang suara.
c) Kualitas bunyi dihubungkan dengan timbre yaitu jumlah nada dasar dengan bermacam-macam jenis vibrasi bunyi yang menjadi komponen-komponen bunyi yang terdengar.
Selain bunyi jantung pada auskultasi dapat juga terdengar bunyi akibat kejadian hemodemanik darah yang dikenal sebagai desiran atau bising jantung (cardiac murmur).

Bunyi jantung
Bunyi jantung utama: BJ, BJ II, BJ III, BJ IV
Bunyi jantung tambahan, dapat berupa bunyi detik ejeksi (ejection click) yaitu bunyi yang terdengar bila ejeksi ventrikel terjadi dengan kekuatan yang lebih besar misalnya pada beban sistolik ventrikel kiri yang meninggi. Bunyi detak pembukaan katub (opening snap) terdengar bila pembukaan katup mitral terjadi dengan kekuatan yang lebih besar dari normal dan terbukanya sedikit melambat dari biasa, misalnya pada stenosis mitral.

Bunyi jantung utama
Bunyi jantung I ditimbulkan karena kontraksi yang mendadak terjadi pada awal sistolik, meregangnya daun-daun katup mitral dan trikuspid yang mendadak akibat tekanan dalam ventrikel yang meningkat dengan cepat, meregangnya dengan tiba-tiba chordae tendinea yang memfiksasi daun-daun katup yang telah menutup dengan sempurna, dan getaran kolom darah dalam outflow track (jalur keluar) ventrikel kiri dan di dinding pangkal aorta dengan sejumlah darah yang ada didalamnya. Bunyi jantung I terdiri dari komponen mitral dan trikuspidal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas BJ I yaitu:
 Kekuatan dan kecepatan kontraksi otot ventrikel, Makin kuat dan cepat makin keras bunyinya
 Posisi daun katup atrio-ventrikular pada saat sebelum kontraksi ventrikel. Makin dekat terhadap posisi tertutup makin kecil kesempatan akselerasi darah yang keluar dari ventrikel, dan makin pelan terdengarnya BJ I dan sebaliknya makin lebar terbukanya katup atrioventrikuler sebelum kontraksi, makin keras BJ I, karena akselerasi darah dan gerakan katup lebih cepat.
 Jarak jantung terhadap dinding dada. Pada pasien dengan dada kurus BJ lebih keras terdengar dibandingkan pasien gemuk dengan BJ yang terdengar lebih lemah. Demikian juga pada pasien emfisema pulmonum BJ terdengar lebih lemah.
Bunyi jantung I yang mengeras dapat terjadi pada stenosisis mitral,
BJ II ditimbulkan karena vibrasi akibat penutupan katup aorta (komponen aorta), penutupan katup pulmonal (komponen pulmonal), perlambatan aliran yang mendadak dari darah pada akhir ejaksi sistolik, dan benturan balik dari kolom darah pada pangkal aorta yang baru tertutup rapat.
Bunyi jantung II dapat dijumpai pada Duktus Arteriosus Persisten besar, Tetralogi Fallot, stenosis pulmonalis,
Pada gagal jantung kanan suara jantung II pecah dengan lemahnya komponen pulmonal. Pada infark miokard akut bunyi jantung II pecah paradoksal, pada atrial septal depect bunyi jantung II terbelah.
BJ III terdengar karena pengisian ventrikel yang cepat (fase rapid filling). Vibrasi yang ditimbulkan adalah akibat percepatan aliran yang mendadak pada pengisisan ventrikel karena relaksasi aktif ventrikel kiri dan kanan dan segera disusul oleh perlambatan aliran pengisian
Bunyi jantung III dapat dijumpai pada syok kardiogenik, kardiomiopati, gagal jantung, hipertensi
Bunyi jantung IV dapat terdengar bila kontraksi atrium terjadi dengan kekuatan yang lebih besar, misalnya pada keadaan tekanan akhir diastole ventrikel yang meninggi sehingga memerlukan dorongan pengisian yang lebih keras dengan bantuan kontraksi atrium yang lebih kuat.
Bunyi jantung IV dapat dijumpai pada penyakit jantung hipertensif, hipertropi ventrikel kanan, kardiomiopati, angina pectoris, gagal jantung, hipertensi,
Irama derap dapat dijumpai pada penyakit jantung koroner, infark miokard akut, miokarditis, kor pulmonal, kardiomiopati dalatasi, gagal jantung, hipertensi, regurgitasi aorta.

Bunyi jantung tambahan
Bunyi detek ejeksi pada awal sistolik (early sisitolic click). Bunyi ejeksi adalah bunyi dengan nada tinggi yang terdengar karena detak. Hal ini disebabkan karena akselerasi aliran darh yang mendadak pada awal ejeksi ventrikel kiri dan berbarengan dengan terbukanya katup aorta yang terjadi lebih lambat.. keadaan inisering disebabkan karena stenosis aorta atau karena beban sistolik ventrikel kiri yang berlebihan dimana katup aorta terbuka lebih lambat.
Bunyi detak ejeksi pada pertengahan atau akhir sistolik (mid-late systolick klick) adalah bunyi dengan nada tinggi pada fase pertengahan atau akhir sistolik yang disebabkan karena daun-daun katup mitral dan chordae tendinea meregang lebih lambat dan lebih keras. Keadaan ini dapat terjadi pada prolaps katup mitral karena gangguan fungsi muskulus papilaris atau chordae tendinea.
Detak pembukaan katup (opening snap) adalah bunyi yang terdengar sesudah BJ II pada awal fase diastolik karena terbukanya katup mitral yang terlambat dengan kekuatan yang lebih besar yang disebabkan hambatan pada pembukaan katup mitral. Keadaan ini dapat terjadi pada stenosis katup mitral.
Pada stenosis trikuspid pembukaan katup didaera trikuspid.

Bunyi ekstra kardial
Gerakan perikard (pericardial friction rub) terdengar pada fase sistolik dan diastolik akibat gesekan perikardium viseral dan parietal. Bunyi ini dapat ditemukan pada perikarditis.

Bising (desir) jantung (cardiac murmure)
Bising jantung adalah bunyi desiran yang terdengar memanjang yang timbul akibat vibrasi aliran darah turbulen yang abnormal.
Evaluasi desir jantung dilihat dari:
1. Waktu terdengar: pada fase sistolik atau diastolik
Terlebih dahulu tentukan fase siklus jantung pada saat terdengar bising (sistolik atau diastolik) dengan patokan BJ I dan BJ II atau dengan palapasi denyut karotis yang teraba pada awal sistolik.
Bising diastolik dapat dijumpai pada stenosis mitral, regurgitasi aorta, insufisiensi aorta, gagal jantung kanan, stenosis tricuspid yang terdengar pada garis sternal kiri sampai xipoideus, endokarditis infektif, penyakit jantung anemis
Bising sistolik dapat dijumpai pada stenosis aorta, insufisiensi mitral, endokarditis infektif, angina pectoris, stenosis pulmonalis yang terdengar di garis sternal kiri bagian atas, tatralogi fallot,
Bising jantung sistolik terdengar pada fase sistolik, dibedakan:
 Bising jantung awal sistolik: Terdengar mulai pada saat sesudah BJ I dan menempati pase awal sistolik dan berakhir pada pertengahan pase sistilik
 Bising jantung pertengahan sistolik: Terdengar sesudah BJ I dan pada pertengahan fase sisitolik dan berakhir sebelum terdengar BJ II.
Bising ini dapat dijumpai pada Duktus Arteriosus Persisten (DAP) sedang,
 Bising jantung akhir sistolik: Terdengar pada fase akhir sistolik dan berakhir pada saat terdengar BJ II
Bising ini dapat dijumpai pada sindrom marfan

 Bising jantung pan-sistolik: Mulai terdengar pada saat BJ I dan menempati seluruh fase sisitolik dan berakhir pada saat terdengar BJ II.
Bising ini dapat dijumpai pada ventrikel septal defect , regurgitasi trikuspid

Bising jantung diastolik terdengar pada fase diastolik, dibedakam:
 Bising jantung awal: terdengar mulai saat BJ II menempati fase awal diastolik dan biasanya menghilang pada pertengahan diastolik.
Bising ini dapat dijumpai pada ventrikel septal depect
 Bising jantung pertengahan: terdengar sesaat sesudah terdengar BJ II dan biasanya berakhir sebelum BJ I
Bising ini dapat dijumpai pada ventrikel septal depect, stenosis mitral, Duktus Arteriosus Persisten (DAP) yang berat
 Bising jantung akhir diastolik atau presistolik: terdengar pada fase akhir diastolik dan berakhir pada saat terdengar BJ I
Bising ini dapat dijumpai pada stenosis mitral,
 Bising jantung bersambungan: mulai terdengar paada fase sistolik dan tanpa interupsi melampai BJ II terdengar kedalam fase diastolic
Bising ini dapat ditemukan pada patent dutus srteriosus

2.Intensitas bunyi:
intensitas bunyi yang ditimbulkan berbeda-beda dari yang ringan sanpai yang keras. Pada insufisiensi mitral intensitas bising sedang sampai tinggi. Pada gagal janntung kanan dapat terdengar bising Graham Steel yang merupakan bising yang terdengar dengan nada tinggi yang terjadi akibat hipertensi pulmonal.
Didasarkan pada tingkat kerasnya suara, dibedakan:

3.Tipe (konfigurasi): timbul karena penyempitan atau aliran balik, dibedakan:
 Bising tipe kresendo: mulai terdengar dari pelan kemudian mengeras
Bising kresendo diastolik dapat terdengar pada stenosis mitral
 Bising tipe dekresendo: bunyi dari keras kemudian menjadi pelan
 Bising tipe kresendo-dekresendo: bunyi pelan lalu keras lalu pelan kembali
 Bising tipe plateau: keras suara bising lebih menetap sepanjang pase sistolik, keras jarang berbunyi kasar
Bising ini dapat dijumpai pada insufisiensi mitral.

4.Lokasi dan penyebaran: daerah bising terdengar paling keras dan mungkin menyebar kearah tertentu
Pada stenosis aorta bising diastolik di sela iga 2 kiri atau kanan dapat menjalar ke leher atau aorta

Kamis, 07 Mei 2009

TBC (TUBERCULOSIS)

Infection and transmission

Tuberculosis (TB) is a contagious disease. Like the common cold, it spreads through the air. Only people who are sick with TB in their lungs are infectious. When infectious people cough, sneeze, talk or spit, they propel TB germs, known as bacilli, into the air. A person needs only to inhale a small number of these to be infected.

Left untreated, each person with active TB disease will infect on average between 10 and 15 people every year. But people infected with TB bacilli will not necessarily become sick with the disease. The immune system "walls off" the TB bacilli which, protected by a thick waxy coat, can lie dormant for years. When someone's immune system is weakened, the chances of becoming sick are greater.

  • Someone in the world is newly infected with TB bacilli every second.
  • Overall, one-third of the world's population is currently infected with the TB bacillus.
  • 5-10% of people who are infected with TB bacilli (but who are not infected with HIV) become sick or infectious at some time during their life. People with HIV and TB infection are much more likely to develop TB.

The six components of the Stop TB Strategy are:

  • Pursuing high-quality DOTS expansion and enhancement. Making high-quality services widely available and accessible to all those who need them, including the poorest and most vulnerable, requires DOTS expansion to even the remotest areas. In 2004, 183 countries (including all 22 of the high-burden countries which account for 80% of the world's TB cases) were implementing DOTS in at least part of the country.
  • Addressing TB/HIV, MDR-TB and other challenges. Addressing TB/HIV, MDR-TB and other challenges requires much greater action and input than DOTS implementation and is essential to achieving the targets set for 2015, including the United Nations Millennium Development Goal relating to TB (Goal 6; Target 8).
  • Contributing to health system strengthening. National TB control programmes must contribute to overall strategies to advance financing, planning, management, information and supply systems and innovative service delivery scale-up.
  • Engaging all care providers. TB patients seek care from a wide array of public, private, corporate and voluntary health-care providers. To be able to reach all patients and ensure that they receive high-quality care, all types of health-care providers are to be engaged.
  • Empowering people with TB, and communities. Community TB care projects have shown how people and communities can undertake some essential TB control tasks. These networks can mobilize civil societies and also ensure political support and long-term sustainability for TB control programmes.
  • Enabling and promoting research. While current tools can control TB, improved practices and elimination will depend on new diagnostics, drugs and vaccines.

What is tuberculosis?

Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by bacteria whose scientific name is Mycobacterium tuberculosis. It was first isolated in 1882 by a German physician named Robert Koch who received the Nobel prize for this discovery. TB most commonly affects the lungs but also can involve almost any organ of the body. Many years ago, this disease was referred to as "consumption" because without effective treatment, these patients often would waste away. Today, of course, tuberculosis usually can be treated successfully with antibiotics.

There is also a group of organisms referred to as atypical tuberculosis. These involve other types of bacteria that are in the Mycobacterium family. Often, these organisms do not cause disease and are referred to a "colonizers," because they simply live alongside other bacteria in our bodies without causing damage. At times, these bacteria can cause an infection that is sometimes clinically like typical tuberculosis. When these atypical mycobacteria cause infection, they are often very difficult to cure. Often, drug therapy for these organisms must be administered for one and a half to two years and requires multiple medications.

How does a person get TB?

A person can become infected with tuberculosis bacteria when he or she inhales minute particles of infected sputum from the air. The bacteria get into the air when someone who has a tuberculosis lung infection coughs, sneezes, shouts, or spits (which is common in some cultures). People who are nearby can then possibly breathe the bacteria into their lungs. You don't get TB by just touching the clothes or shaking the hands of someone who is infected. Tuberculosis is spread (transmitted) primarily from person to person by breathing infected air during close contact.

There is a form of atypical tuberculosis, however, that is transmitted by drinking unpasteurized milk. Related bacteria, called Mycobacterium bovis, cause this form of TB. Previously, this type of bacteria was a major cause of TB in children, but it rarely causes TB now since most milk is pasteurized (undergoes a heating process that kills the bacteria).

What are the symptoms of tuberculosis?

As previously mentioned, TB infection usually occurs initially in the upper part (lobe) of the lungs. The body's immune system, however, can stop the bacteria from continuing to reproduce. Thus, the immune system can make the lung infection inactive (dormant). On the other hand, if the body's immune system cannot contain the TB bacteria, the bacteria will reproduce (become active or reactivate) in the lungs and spread elsewhere in the body.

It may take many months from the time the infection initially gets into the lungs until symptoms develop. The usual symptoms that occur with an active TB infection are a generalized tiredness or weakness, weight loss, fever, and night sweats. If the infection in the lung worsens, then further symptoms can include coughing, chest pain, coughing up of sputum (material from the lungs) and/or blood, and shortness of breath. If the infection spreads beyond the lungs, the symptoms will depend upon the organs involved

Rabu, 06 Mei 2009

SEMINAR NASIONAL

Senin, 2009 April 13

SEMINAR NASIONAL

DETEKSI DINI GANGGUAN TUMBUH KEMBANG ANAK

DAN PENANGANANNYA”

(Kenali, Cermati dan Tangani)


  1. PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini jumlah anak yang menderita gangguan tumbuh kembang semakin meningkat. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan orang tua di bidang kesehatan, yang disebabkan oleh karena faktor genetik dan atau karena faktor lingkungan yang tidak mampu mencukupi kemampuan dasar tumbuh kembang anak.

Adapun arti pertumbuhan (Growth) adalah bertambahnya ukuran-ukuran fisik anak seperti tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala. Sedangkan arti dari perkembangan adalah bertambahnya kemampuan fungsi-fungsi individu yang terdiri dari kemampuan gerak kasar dan halus, pendengaran, penglihatan, komunikasi, bicara, emosi sosial, kemandirian, intelegensia, dan perkembangan moral.

Secara garis besar, tumbuh kembang dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu tumbuh kembang fisik, intelektual, dan emosional. Salah satu pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui tumbuh kembang anak adalah dengan menggunakan Blanko DDST (Denver Developmental Screening Test).

Apabila semakin kompleks gangguan tumbuh kembang anak, maka diperlukan team yang lebih lengkap dan terkoordinir yang melibatkan spesialis anak, THT, mata, psikiater rehabilitasi medik, ortopedi, fisioterapi, dan lain-lain.

Untuk mengantisipasi gangguan tumbuh kembang anak, maka diperlukan berbagai pengetahuan tentang anak yang ditujukan untuk masyarakat pada umumnya, dalam hal ini adalah para orang tua, dan untuk mahasiswa pada khususnya. Oleh karena itu, diangkatlah seminar ini dengan judul “Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang Anak dan Penanganannya (Kenali, Cermati dan Tangani).


  1. NAMA KEGIATAN

Seminar Nasional “Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang Anak dan Penanganannya (Kenali, Cermati dan Tangani) STIKES AL-Irsyad AL-Islamiyyah Cilacap 2009


  1. TUJUAN

  1. Tujuan Umum

Sebagai sosialisasi kepada masyarakat luas tentang gangguan tumbuh kembang anak dan penangannya.

  1. Tujuan Khusus

  1. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang proses tumbuh kembang anak.

  2. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang deteksi dini gangguan tumbuh kembang anak.

  3. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang penanganan gangguan tumbuh kembang anak.


  1. WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN

Pelaksanaan Acara Seminar Nasional “Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang Anak dan Penanganannya (Kenali, Cermati dan Tangani)” STIKES AL-Irsyad AL-Islamiyyah Cilacap, Insya Allah akan dilaksanakan pada :

Hari/ Tanggal : Minggu, 17 Mei 2009

Tempat : Gedung Griya Patra (Blue Moon)

Jln. Djuanda No.2 Cilacap

Waktu : Pukul 08.00 s/d selesai


  1. METODE KEGIATAN DAN SASARAN PESERTA KEGIATAN

Metode Kegiatan : Seminar Nasional dan Diskusi Panel

Peserta Kegiatan :

    1. Mahasiswa STIKES AL-Irsyad AL-Islamiyyah Cilacap

    2. Mahasiswa Perguruan Tinggi se-wilayah Jawa dan Sumatra

    3. Masyarakat Luas pada umumnya (guru-guru TK, para orang tua, praktisi

kesehatan, dan lain-lain)

  1. MATERI, PEMBICARA, MODERATOR, DAN NOTULEN

    1. Materi I : Proses Normal Tumbuh Kembang Anak

Pembicara I :

    1. Materi II : Deteksi Dini dan Penanganan Gangguan Tumbuh Kembang Anak

Pembicara II : Nawangsasi Takarini, NDT, M.Physio, rpt (Spesialis Penanganan Gangguan Tumbuh Kembang Anak)

    1. Moderator dan Notulen :

  1. Moderator acara : Frida Voliana

  2. Moderator diskusi : Agus Prasetyo, S.kep.,Ners

  3. Notulen : Marina Prastiwi


  1. PENUTUP

Demikian Kegiatan Seminar Nasional “Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang Anak dan Penangannya” (Kenali, Cermati dan Tangani) STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap tahun 2009 sebagai kerangka acuan pelaksanaan kegiatan.




Cilacap, Maret 2009

SEMINAR NASIONAL

LUKA BAKAR

OLEH : RIO

Definisi dan Tinjauan Teori

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).

Etiologi

1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)

a. Gas

b. Cairan

c. Bahan padat (Solid)

2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)

3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)

4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

Fase Luka Bakar

A. Fase akut.

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.

Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.

B. Fase sub akut.

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:

1. Proses inflamasi dan infeksi.

2. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.

3. Keadaan hipermetabolisme.

C. Fase lanjut.

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

INDIKASI RAWAT INAP LUKA BAKAR

A. Luka bakar grade II:

1) Dewasa > 20%

2) Anak/orang tua > 15%

B. Luka bakar grade III.

C. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

Penatalaksanaan

A. Resusitasi A, B, C.

1) Pernafasan:

a) Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.

b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.

2) Sirkulasi:

gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.

B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.

C. Resusitasi cairan à Baxter.

Dewasa : Baxter.

RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:

RL : Dextran = 17 : 3

2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:

<>

1 – 3 tahun : BB x 75 cc

3 – 5 tahun : BB x 50 cc

½ à diberikan 8 jam pertama

½ à diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua:

Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.

( 3-x) x 80 x BB gr/hr

100

(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.

Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.

D. Monitor urine dan CVP.

E. Topikal dan tutup luka

- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.

- Tulle.

- Silver sulfa diazin tebal.

- Tutup kassa tebal.

- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.

F. Obat – obatan:

o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang <>

o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.

o Analgetik : kuat (morfin, petidine)

o Antasida : kalau perlu

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a) Aktifitas/istirahat:

Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.

b) Sirkulasi:

Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).

c) Integritas ego:

Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.

Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.

d) Eliminasi:

Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.

e) Makanan/cairan:

Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

f) Neurosensori:

Gejala: area batas; kesemutan.

Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).

g) Nyeri/kenyamanan:

Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

h) Pernafasan:

Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).

Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.

Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).

i) Keamanan:

Tanda:

Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.

Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.

Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.

Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.

Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.

Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.

Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

j) Pemeriksaan diagnostik:

(1) LED: mengkaji hemokonsentrasi.

(2) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.

(3) Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.

(4) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.

(5) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.

(6) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.

(7) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.

(8) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

2. Diagnosa Keperawatan

Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut :

1 Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.

2 Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.

3 Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.

4 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.

5 Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.

6 Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.

7 Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.

8 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.

9 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).

10 Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.

11 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.


Daftar pustaka

Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.

Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.

Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.

Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.

Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.

Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.